Malino Kota Bersejarah di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan
Sejarah Kota Malino Kab. Gowa
Malino dikenal sekarang ini sebagai tempat peristirahatan atau tempat wisata. Sebelum muncul nama Malino, dulu rakyat setempat mengenalnya deengan nama kampung ‘Lapparak’. Laparrak dalam bahasa Makassar berarti datar, yang berarti pula hanya di tempat itulah yang merupakan daerah datar di puncak Gunung Bawakaraeng. Malino dan Laparrak berada pada ketinggian antara 980-1.050 meter di atas permukaan laut.
Kota Malino baru dikenal dan semakin popular sejak zaman penjajahan Belanda, lebih-lebih setelah Gubernur Caron pada tahun 1927 memerintah di “Celebes on Onderhorighodon” telah menjadikan Malino pada tahun 1927 sebagai tempat peristirahatan bagi para pegawai pemerintah dan siapa saja dari pemerintah warga kota Makassar (Ujung Pandang) sanggup dan suka membangun bungalow atau villa di tempat sejuk itu.
Sebelum memasuki kota Malino, terdapat sebuah tembok prasasti di pinggir jalan dengan tulisan: MALINO 1927. Tulisan tersebut cukup jelas dan seketika itu pula dapat dibaca setiap orang yang melintas di daerah itu.
Malino 1927 bukan berarti Malino baru dikuasai Belanda pada tahun itu. Jauh sebelumnya, Belanda sudah berkuasa di wilayah Kerajaan Gowa, terutama setelah pasca Perjanjian Bungaya 18 November 1667.
Sejak zaman kerajaan, Malino atau Laparrak hanya terdiri dari hutan belantara, di dalam wilayahnya terdapat beberapa anak sungai yang semuanya bermuara pada Sungai Jeneberang.
Ada tempat wisata yang sejuk di Buluttana, seperti air terjun, juga dibangun tiga rumah adat, yakni rumah adat Balla Jambua, Balla Tinggia dan Balla Lompoa. Di tempat itu kondisi hawanya dingin dan sejuk dan sering dijadikan sebagai tempat wisata.
Di puncak Bawakaraeng, kini menjadi objek wisata petualangan. Setiap saat banyak wisatawan berdatangan untuk melakukan pendakian ke Puncak bawakaraeng. Mereka lalu menancapkan bendera di puncak gunung itu. Menurut cerita, Malino selain dijadikan sebagai tempat peristirahatan, juga menjadi tempat persembunyian bagi para pejuang. Karena sejak Belanda masuk ke wilayah Kerajaan Gowa sudah terjadi konflik, terutama pasca perjanjian Bungaya, dimana Belanda sudah berkuasa, rakyat mengungsi ke wilayah itu.
Ada tempat wisata yang sejuk di Buluttana, seperti air terjun, juga dibangun tiga rumah adat, yakni rumah adat Balla Jambua, Balla Tinggia dan Balla Lompoa. Di tempat itu kondisi hawanya dingin dan sejuk dan sering dijadikan sebagai tempat wisata.
Di puncak Bawakaraeng, kini menjadi objek wisata petualangan. Setiap saat banyak wisatawan berdatangan untuk melakukan pendakian ke Puncak bawakaraeng. Mereka lalu menancapkan bendera di puncak gunung itu. Menurut cerita, Malino selain dijadikan sebagai tempat peristirahatan, juga menjadi tempat persembunyian bagi para pejuang. Karena sejak Belanda masuk ke wilayah Kerajaan Gowa sudah terjadi konflik, terutama pasca perjanjian Bungaya, dimana Belanda sudah berkuasa, rakyat mengungsi ke wilayah itu.
Sejak tahun 1927, setelah Belanda secara resmi menjadikan Malino sebagai tempat peristirahatan, maka kebijakan pemerintah Belanda saat itu adalah memberi kesempatan pada orang asing baik Belanda maupun Cina untuk membangun bungalow atau villa. Sedang penduduk setempat dilarang mendirikan rumah. Rumah rakyat digeser masuk ke hutan atau lereng gunung, kecuali di sekitar pasar. Menurut keterangan ibu Siti Saerah Dg Moming (Penilik Kebudayaan kantor Cabang Dinas P & K Tinggimoncong) dan anak angkat dari Abd Rahman Dg Mile yang pernah ikut Tuan Weydoman pada tahun 1930, Malino saat itu hanya berdiri beberapa bangunan yakni Barugaya (Mess Pemda Tingkat I Propinsi Sulsel), Restoran, Pesanggrahan dan MEPB (PLN sekarang).
Pada masa pemerintahan Jepang, Malino juga tak luput dari pengawasannya. Karena tanahnya yang subur, maka Malino saat itu dijadikan sebagai daerah penghasil sayur mayur untuk menutupi kebutuhan sayur para serdadu dan pekerja Jepang. Juga di sepanjang jalan, banyak ditemui lubang-lubang perlindungan, sebagai tempat penghadangan musuh. Juga banyak ditemui gudang senjata dan rumah sakit Kaigumbioying dan markas tentara (SMP Negeri 1 Tinggimoncong sekarang). Nama Malino sebenarnya adalah nama sungai yang berhulu di Laparrak (Malino sekarang).
Sungai Malino dapat dilewati jika kita menuju kota Malino yang dihubungkan dengan sebuah jembatan gantung Lebong. Sungai Malino airnya amat tenang seolah-olah memberikan ketenangan dan kesejukan di hati, sesuai dengan namanya Malino yang artinya amat tenang. Malino yang dibangun oleh pemerintah Belanda sesuai tempat peristirahatan, memiliki hawa yang sejuk segar bahkan kadang kala terasa cukup dingin dengan ketenangan. Keadaan alam dan lingkungan yang demikian itu sangat cocok kiranya apabila tempat ini diberi nama Malino. Sejak itulah Lapparak berubah nama menjadi Malino yang artinya amat tenang.
Setiap tamu yang berkunjung ke Malino akan merasa kesejukan dan ketenangan tersebut. Pada masa pemerintah Belanda dahulu, Malino hanyalah merupakan satu kampung gabungan Buluttana dan diperintah oleh seorang kepala kampung dengan gelar Karaeng Buluttana. Buluttana termasuk Wilayah Distrik Parigi dengan pusat pemerintah distrik yang berkedudukan di Tanete sampai pada tahun 1939. Kemudian pada tahun 1939-1952 ibu kota distrik Parigi pindah dari Tanete ke Saluttowa, sekitar 10 km dari sebelah barat kota Malino.
Pada masa pemerintahan Jepang, Malino juga tak luput dari pengawasannya. Karena tanahnya yang subur, maka Malino saat itu dijadikan sebagai daerah penghasil sayur mayur untuk menutupi kebutuhan sayur para serdadu dan pekerja Jepang. Juga di sepanjang jalan, banyak ditemui lubang-lubang perlindungan, sebagai tempat penghadangan musuh. Juga banyak ditemui gudang senjata dan rumah sakit Kaigumbioying dan markas tentara (SMP Negeri 1 Tinggimoncong sekarang). Nama Malino sebenarnya adalah nama sungai yang berhulu di Laparrak (Malino sekarang).
Sungai Malino dapat dilewati jika kita menuju kota Malino yang dihubungkan dengan sebuah jembatan gantung Lebong. Sungai Malino airnya amat tenang seolah-olah memberikan ketenangan dan kesejukan di hati, sesuai dengan namanya Malino yang artinya amat tenang. Malino yang dibangun oleh pemerintah Belanda sesuai tempat peristirahatan, memiliki hawa yang sejuk segar bahkan kadang kala terasa cukup dingin dengan ketenangan. Keadaan alam dan lingkungan yang demikian itu sangat cocok kiranya apabila tempat ini diberi nama Malino. Sejak itulah Lapparak berubah nama menjadi Malino yang artinya amat tenang.
Setiap tamu yang berkunjung ke Malino akan merasa kesejukan dan ketenangan tersebut. Pada masa pemerintah Belanda dahulu, Malino hanyalah merupakan satu kampung gabungan Buluttana dan diperintah oleh seorang kepala kampung dengan gelar Karaeng Buluttana. Buluttana termasuk Wilayah Distrik Parigi dengan pusat pemerintah distrik yang berkedudukan di Tanete sampai pada tahun 1939. Kemudian pada tahun 1939-1952 ibu kota distrik Parigi pindah dari Tanete ke Saluttowa, sekitar 10 km dari sebelah barat kota Malino.
Wilayah Distrik Parigi terdiri atas 6 (enam) buah kampung gabungan (desa) masing-masing:
1. Kampung gabungan Jonjo diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar Anrong Guru Jonjo.
2. Kampung Gabungan Gantarang diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar Karaeng Gantarang.
3. Kampung Gabungan Buluttana, diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar Karaeng Buluttana.
4. Kampung Gabungan Longka, diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar Karaeng Longka.
5. Kampung Gabungan Manimbahoi, diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar karaeng Manimbahoi.
6. Kampung Gabungan Sironjong, diperintah oleh seorang kepala kampung gabungan dengan gelar Karaeng Sironjong.
Malino merupakan bagian dari kampung gabungan Buluttana, ternyata kemudian mengalami perkembanngan pesat dibanding Saluttowa sebagai ibukota / pusat pemerintahan distrik. Karena Malino yang semula dijadikan sebagai tempat peristirahatan, atas pertimbangan Pemerintah belanda pada tahun 1952, maka ibukota distrik dipindahkan dari Saluttowa ke Malino.
Pemindahan ibukota distrik itu dilakukan dengan pertimbangan, bahwa Malino memiliki keistimewaan sebagai tempat peristirahatan yang sejuk dan nyaman, juga letaknya sangat strategis. Dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1962, seiring dengan tuntutan dan perkembangan pemerintahan, di ujung Timur Gowa, dibentuk satu distrik, namanya distrik Pao yang dibentuk dari 6 kampung gabungan yakni:
Pemindahan ibukota distrik itu dilakukan dengan pertimbangan, bahwa Malino memiliki keistimewaan sebagai tempat peristirahatan yang sejuk dan nyaman, juga letaknya sangat strategis. Dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya pada tahun 1962, seiring dengan tuntutan dan perkembangan pemerintahan, di ujung Timur Gowa, dibentuk satu distrik, namanya distrik Pao yang dibentuk dari 6 kampung gabungan yakni:
1. Kampung Baringong
2. Kampung Tonasa
3. Kampung Pao
4. Kampung Suka
5. Kampung Balasuka
6. Kampung Mamampang
Kampung gabungan tersebut masing-masing diperintahkan oleh Gallarang. Namun kedua distrik di daerah dataran tinggi itu pada tahun 1957 dibentuk Koordinatorschap Gowa Timur yang berkedudukan di Malino. Koordinatorschap Gowa Timur meliputi Parigi, inklusif Malino kota dan Tombolo Pao.
Pada tahun 1961, pemerintahan koordinatorschap ini dihapus sesuai dengan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia. Saat itu dilakukan reorganisasi pemerintahan distrik menjadi kecamatan. Gowa saat itu terdiri dari 12 distrik, kemudian dilebur menjadi 8 kecamatan, yakni kecamatan Tamalate, Panakukkang, Bajeng, Palangga, Bontomarannu, Tinggimoncong, Tombopulu dan Bontomarannu.
Atas kebijakan itu pula, distrik Parigi dan distrik Pao kemudian dilebur menjadi satu kecamatan, namanya kecamatan Tinggimoncong. Tapi kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1990 an, dengan alasan mempermudah pelayanan, maka kecamatan Tinggimoncong dimekarkan lagi menjadi satu kecamatan yakni kecamatan Parigi. (Dari berbagai sumber).
Atas kebijakan itu pula, distrik Parigi dan distrik Pao kemudian dilebur menjadi satu kecamatan, namanya kecamatan Tinggimoncong. Tapi kemudian, dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1990 an, dengan alasan mempermudah pelayanan, maka kecamatan Tinggimoncong dimekarkan lagi menjadi satu kecamatan yakni kecamatan Parigi. (Dari berbagai sumber).
Malino, Tinggimoncong, Gowa
Malino adalah kelurahan yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Daerah yang terletak 90 km dari Kota Makassar ke arah selatan ini merupakan salah satu objek wisata alam yang mempunyai daya tarik luar biasa.
Di kawasan wisata Malino sendiri, terdapat hutan wisata, berupa pohon pinus yang tinggi berjejer di antara bukit dan lembah. Jalan menanjak dan berkelok-kelok dengan melintasi deretan pegunungan dan lembah yang indah bak lukisan alam, akan mengantarkan Anda ke kota Malino. Kawasan tersebut terkenal sebagai kawasan rekreasi dan wisata sejak zaman penjajahan Belanda.
Malino memiliki gunung-gunung yang sangat kaya dengan pemandangan batu gampingdan pinus. Berbagai jenis tanaman tropis yang indah,tumbuh dan berkembang di kota yang dingin ini. Selain itu, Malino pun menghasilkan buah-buahan dan sayuran khas yang tumbuh di lereng gunung Bawakaraeng. Sebagian masyarakat Sulawesi Selatan masih mengkulturkan gunung itu sebagai tempat suci dan keramat. Suhu di kota Malino ini mulai dari 10 °C sampai 26 °C. dan ketika musim hujan, berhati hati sedang berkendara karena, kota ini sering berkabut dan jarak pandangnya 100meter saja.
Perjalanan dari kota Makassar menuju daerah ini memakan waktu sekitar 2 jam. Wisata air terjun seribu tangga, air terjun Takapala, Kebun Teh Nittoh, Lembah Biru, bungker peninggalan Jepang, dan Gunung Bawakaraeng menjadi ciri khas kota Malino. Oleh-oleh khas daerah ini adalah buah Markisa ,dodol ketan, Tenteng Malino, apel, wajik, dll. Malino juga menjadi daerah penghasil beras bagi wilayah Sulawesi Selatan.
10 Tempat Wisata di Malino Sulawesi Selatan
Malino merupakan sebuah tempat di Sulawesi Selatan, tepatnya di Gowa. Malino ini memang namanya belum terlalu tersohor dan banyak orang yang belum mengetahuinya, terlebih bagi Anda yang berada di luar kota. Bagi Anda yang hobi dengan travelling, piknik, berwisata, atau berjalan- jalan dan belum pernah berkunjung ke Malino ini, sebaiknya Anda menambahkan Malindo ini di list kota yang akan Anda kunjungi untuk berlibur.
Pasalnya, Malino ini mempunyai banyak sekali sudut- sudut yang menarik yang dapat kita kunjungi sebagai tempat berlibur dan merupakan tempat wisata di Indonesia. Atau Anda juga bisa sekedar mampir ketika sedang berada di Makassar atau sedang berada di Sulawesi Selatan. Malino ini merupakan satu kelurahan yang berada di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, atau berada di radisu 90 km dari kota Makassar ke arah selatan. Daerah Malino yang juga dikenal sebagai kota bunga ini merupakan daerah yang mempunyai banyak objek tempat wisata di Malino yang dapat kita kunjungi dan eksplor keindahannya. Apa saja yang akan kita temui jika berkunjung ke Malino ini?
1. Hutan Pinus
Objek wisata pertama yang akan kita kunjungi adalah hutan pinus. Hutan pinus ini sebagai objek wisata yang alami. Di Malindo ini kita akan dapat menemui hutan pinus tinggi yang berjajar di antara bukit dan juga lembah. Di sekitar hutan pinus ini terdapat jalan menanjak yang berkelok- kelok yang melintas di antara deretan pegunungan dan juga lembah. Jika dilihat dari kejauhan maka pemandngan ini akan terlihat indah seperti lukisan alam yang sangat indah. Jalanan yang seperti ini akan kita lewati saat mengantarkan kita menuju ke kota Malindo ini. Kawasan ini sangat terkenal sebagai kawasan rekreasi alam sejak dahulu, bahkan ketika di zaman penjajahan Belanda. Objek wisata di Malino ini terletak di ketinggian 1.500 meter.
Selain terdapat pohon pinus, di sini juga banyak terdapat beberapa tumbuhan yang menjadi peninggalan Belanda yang terbilang langka, seperti edelweiss, pohon turi yang bunganya berwarna orang, dan juga ada tanaman bunga masamba yang warna bunganya berubah- ubah setiap bulannya. Di sekitar kawasan ini juga ditemui beberapa objek wisata lain seperti kebun buah markisa yang juga penghasil dari minuman khas Malino yakni jus buah markisa. Selain itu juga ada pemandian lembah biru, perkebunan teh, dan juga kebun tanaman hortikultura. Kawasan wisata ini berada di sebelah selatan kota Makassar, lebih tepatnya di Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Atau berada di sekitar radius 70 kilometer dari kota Sungguminasa dan 90 kilometer dari kota Makassar.
2. Gunung Gamping
Kawasan Malino ini terkenal dengan adanya gunung- gunung yang kaya akan pemandangan batu gamping. Sehingga akan telihat oleh kita sebagai gunung gamping. Selain itu di Malino juga banyak ditumbuhi oleh tanaman- tanaman tropis yang sangat indah, tumbuh dan juga berkembang di kawasan yang sejuk dan juga dingin . Hal ini akan menambah poin plus untuk kita dapat berwisata di daerah ini.
Selain kaya akan tanaman tropis yang indah, Malino ini juga dikenal sebagai penghasil buah- buahan dan juga sayuran khas yang tumbuh di kawasan lereng gunung Bawakaraeng, gunung Bawakaraeng sendiri masih dikulturkan sebagai temat yang suci dan keramat oleh sebagian masyarakan Sulawesi Selatan. Lebih jauh lagi, beberapa kelompok masyarakat mempercayai adanya Ka’bah yang berada di puncak gunung gamping ini. Para Masyarakat akan mengunjungi “Ka’bah” tersebut ketika akan menunaikan ibadah Haji, hal ini dikenal sebagai istilah Haji Bawakaraeng.
3. Air Terjun Tapakala
Objek wisata alam berupa air terjun juga dapat kita nikmati di kala kita berkunjung ke Malino ini. Inilah dia air terjun Tapakala. Air terjun yang letaknya di tengah- tengah kawasan hijau yang sejuk dan juga segar. Tahukah Anda bila di Jawa Barat ada Puncak, maka di Sulawesi Selatan ini ada Malino. Malino ini seringkali disebut sebagai puncaknya Sulawesi Selatan. Seperti halnya Puncak yang ada di Bogor, kawasan Malino ini juga merupakan kawasan yang seringkali dikunjungi oleh wisatawan pada tiap akhir pekan untuk sekedar menghilangkan kepenatan setelah melalui hiruk pikuk kota. Di kawasan ini kita juga bisa menikmati pemandangan air terjun Tapakala yang memberikan sensasi yang segar dan juga sejuk dan merupakan air terjun di Indonesia dengan keindahan yang tak tertandingi.
Di Bawah air terjun Tapakala ini kita bisa menghabiskan banyak waktu kita untuk bermain- main. Kita bisa menikmati sensasi sejuk dan segar dari percikan air di air terjun ini. Kemudian berapa harga yang harus kita keluarkan untuk dapat menikmati air terjun ini? Untuk dapat masuk di wilayah air terjun ini kita hanya dikenakan biaya tiket sebesar Rp 2.000,- per orang. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat murah jika dibandingkan dengan apa yang akan kita dapatkan. Lau disana, fasilitas apa saja yang akan kita dapatkan? Di Kawasan ini kita akan dapat menemui warung- warung makan yang akan memberikan fasilitas kepada kita dikala rasa lapar menyerang kita. Selain itu di sana juga akan kita temui warung- warung yang menyediakan oleh- oleh. Sehingga jika kita ingin berburu oleh- oleh, kita bisa langsung mencarinya di sana. Oleh- oleh yang dijual di kawasan ini antara lain adalah makanan makanan khas daerah sana, seperti buah Markisa, dodol ketan, apel, tenteng Malino dan juga wajik.
4. Air Terjun Parang Bugisi
Selain terdapat air terjun Tapakala, di Malino ini juga terdapat air terjun lainnya yakni air terjun Parang Bugisi. Air terjun Parang Bugisi merupakan salah satu air terjun yang bedara di tengah hutan kawasan Malino ini. Air terjun Parang Bugisi ini merupakan air terjun yang memiliki ketinggian tidak terlalu tinggi.
Air terjun Parang Bugisi ini terletak di kawasan yang hijau asri karena dikelilingi dengan hutan. selain itu dibawah air terjun ini kita dapat menjumpai aliran sungai dengan banyak bebatuan sehingga akan terasa asyik untuk berlama- lama berada di air terjun ini sambil bersantai dan menikmati keindahan disekitar air terjun ini.
5. Air terjun Lembanna
Air terjun selanjutnya yang bisa kita temui di Malino adalah air terjun Lembanna. Air terjun Lembanna ini juga terletak di lingkungan yang asri dan hijau seperti air terjun kebanyakan. Air terjun ini juga terletak di tengah hutan. bedanya dengan air terjun Parang Bugisi, air terjun Lembanna ini lebih tinggi namun alirannya tidak begitu deras dan tidak akan membahayakan anda.
Air tejun Lembanna ini juga mempunyai aliran air yang bercabang menjadi dua sehingga terlihat unik dan menjadi daya tarik tersendiri bagi air terjun ini dan membuat banyak para wisatawan yang ingin dapat berkunjung ke tempat wisata air terjun lembanna ini..
6. Air Terjun Biroro
Yang selanjutnya ada air terjun Biroro. Sama dengan air terjun lainnya, air terjun Biroro ini terletak di tengah hutan. Aliran air terjun ini deras namun sejuk jika kita bermain- main di sekitarnya.
Air terjun ini juga merupakan air terjun yang tak pernah sepi dengan pengunjung karena air terjun ini memiliki keindahan yang sama dengan air terjun lainnya, ada pepohonan yang rindang, pemandangan yang indah jika di lihat dari atas air terjun, serta cocok dijadikan tempat selfie bagi para pengunjung yang sangat menggemari selfie, karena tempat air terjun biroro ini sangat cocok untuk berlibur anda bersama teman, keluarga, sahabat dan pacar. Dan anda wajib untuk mengunjungi air terjun biroro ini dan merupakan tempat wisata yang cocok untuk anak muda,.
7. Lembah Biru
Sudah diceritakan sebelumnya bahwa di Malino juga terdapat sebuah tempat pemandian, yakni lembah biru. Lembah Biru merupakan tempat yang digunakan sebagai pemandian umum yang dapat digunakan oleh para wisatawan untuk menyegarkan badan setelah berlama- lama menyusuri keindahan kawasan Malino ini.
Di tempat ini, airnya berwarna biru dan kolam yang digunakan sebagai kolam pemandian pun terlihat berwarna biru. Di sebelah kolam yang digunakan sebagai tempat pemandian, terdapat gazebo- gazebo yang dapat digunakan pengunjung untuk bersantai bersama dengan keluarga atau juga orang- orang tercinta.
8. Goa Jepang
Di Malino ini ternyata juga terdapat tempet wisata yang berupa goa. Goa ini adalah goa peninggalan Jepang yang sering disebut sebagai goa Japan. Tidak seperti goa-goa kebanyakan, goa Japan ini bila dilihat dari luar hanya seperti sebuah lubang yang berbentuk horisontal yeng dikelilingi oleh tanah.
Bila kebanyakan goa yang kita temui itu dikelilingi oleh bebatuan kapur yang mengeras dan kaya akan stalaktit dan juga stalakmit yang runcing- runcing namun tidak halnya dengan goa Japan ini. Goa Japan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari goa- goa kebanyakan. Lebar maupun tinggi goa Japan ini juga lebih kecil daripada goa- goa kebanyakan.
9. Balla Lompoa
Selanjutnya yang menjadi objek wisata di Malino adalah Balla Lompoa. Balla Lompoa ini terdapat di Bulutana. Balla Lampoa ini adalha sejenis bangunan yang menyerupai rumah adat masyarakat Malino. Bangunan ini terbuat dari kayu baik dindingnyam lantai, dan juga atapnya.
Sekilas jika kita memperhatikan, Balla Lompoa ini mirip dengan rumah panggung. Yakni dinding bangunan tidak langsung bersentuhan dengan tanah melainkan terdapat seperti sejenis kolong seperti yang ada di rumah panggung kebanyakan. Balla Lompoa ini juga terdapat beberapa jendela yang terbuat dari kayu.
10. Malino Highlands
Satu lagi destinasi wisata di Malindo yang tidak boleh Anda lewatkan, yakni Malino Highlands. Malindo Highlands ini merupakan destinasi wisata kebun teh. Malindo Highlands ini saai ini dikelola oleh korporasi Malindo Highlands. Malindo Highlands ini merupakan tempat wisata termegah dan digadang- gadang sebagai tempat landmark dunia. Di sini, kita bisa berkendara menyusuri jalan yang membelah kebun teh seluas 200 hektar ini sembari menikmati kesejukan udara yang ada di kawasan ini.
Jika kita merasa kedinginan, kita bisa menghangatkan badan dengan mencicipi sajian teh hijau Malindo dengan kualitas yang dijamin baik yang berada di sebuah café di areal puncak perkebunan. Di sekitar pemandangan yang indah ini kita bisa berfoto dengan latar belakang kebun teh yang sangat indah, luas, dan juga hijau, yang bisa kita lakukan dari pelatahan kafe ini. Di Malindo Highlands ini kita juga bisa menyaksikan kebun binatang dengan beberapa binatang atau satwa yang langka, mengunjungi air terjun, dan juga kebun bunga yang cantik. Menarik sekali bukan? Maka dari itu bagi Anda yang sedang berada di Malindo atau yang memang menyempatkan diri ke Malindo, Anda jangan sampai lupa untuk berkunjung di tempat ini.
Untuk mencapai tempat wisata ini kita dapat dengan mdah menjangkaunya. Hal ini karena lokasi tempat ini termasuk lokasi yang strategis sehingga dapat dijangkau oleh semua jenis kendaraan baik roda dua maupun roda empat. Apabila kita dari kota Makassar maka kita hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 2,5 jam saja. Selama perjalanan menuju Malindo Highlands ini kita akan disuguhi berbagai pemandangan yang mengesankan. Selama perjalanan kita akan menikmasti hamparan sawah, bendungan bili- bili, aliran sungai Jene’berang, gunung- gunung yang menjulang tinggi, pepohonan yang melambai- lambai dan keindahan alam lainnya yang akan menghibur mata kita. Kemudian untuk dapat masuk di wilayah ini, kita perlu merogoh kocek sebesar lima puluh ribu rupaih. Jumlah seperti ini adalah jumlah yang tidak mahal apabila dibandingkan dengan apa yang akan kita dapatkan yakni berupa pemandangan yang indah.
Itulah beberapa tempat wisata di Malino ini. Tidak perlu khawatir akan menginap dimana, akrena di kawasan Malino ini terdapat banyak sekali fasilitas- fasilitas yang menunjang untuk berlibur seperti villa, restaurant dan lainnya.
Konferensi Malino 1946
Jenderal H.J. van Mook duduk ditengah saat membuka Konferensi Malino.Foto: KITLV
Harian Sejarah - Dalam situasi politik yang tidak menentu di Indonesia, Belanda melakukan tekan politik dan militer di Indonesia. Tekanan politik dilakukan dengan menyelenggarakan Konferensi Malino, yang bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda.
Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung Belanda dalam pembentukan negara federasi.
Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usaha-usaha diplomasi terus dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946 tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha perundingan pun terus diupayakan.
Disamping itu, di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas. Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Diharapkan daerah-daerah ini akan mendukung Belanda dalam pembentukan negara federasi.
Di samping itu, Belanda juga terus mengirim pasukannya memasuki Indonesia. Dengan demikian kadar permusuhan antara kedua belah pihak semakin meningkat. Namun usaha-usaha diplomasi terus dilakukan. Sebagai contoh tanggal 14 Oktober 1946 tercapai persetujuan gencatan senjata. Usaha-usaha perundingan pun terus diupayakan.
Setelah perjanjian Linggarjati Van Mook mengambil inisiatif untuk mendirikan pemerintahan federal sementara sebagai pengganti Hindia Belanda. Tindakan Van Mook itu menimbulkan kegelisahan di kalangan negara-negara bagian yang tidak terwakili dalam susunan pemerintahan. Pada kenyataannya pemerintah federal yang didirikan Van Mook itu tidak beda pemerintah Hindia Belanda.
Perwakilan dari Ternate dan Halmahera dalam Konferensi Malino. Foto: KITLV
Untuk itulah negara-negara federal mengadakan rapat di Bandung pada Mei – Juli 1948. Konferensi Bandung itu dihadiri oleh empat negara federal yang sudah terbentuk yaitu Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur, Negara Pasundan, dan Negara Madura. Juga dihadiri oleh daerah-daerah otonom seperti, Bangka, Banjar, Dayak Besar, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Riau, dan Jawa Tengah. Sebagai ketua adalah Mr. T. Bahriun dari Negara Sumatera Timur.
Rapat itu diberi nama Bijeenkomst voor federal Overleg (BFO), yaitu suatu pertemuan untuk Musyawarah Federal. Pengambil inisiatif BFO itu adalah Ida Agung Gde Agung, seorang perdana menteri Negara Indonesia Timur. juga R.T. Adil Puradiredja, seorang perdana menteri Negara Pasunan.
BFO itu dimaksudkan untuk mencari solusi dari situasi politik yang genting akibat dari perkembangan politik antara Belanda dan RI yang juga berpengaruh pada perkembangan negara-negara bagian. Pertemuan Bandung juga dirancang untuk menjadikan pemerintahan peralihan yang lebih baik daripada pemerintahan Federal Sementara buatan Van Mook.
Profil anggota kelompok:
Hardiansyah
Nama lengkap : Hardiansyah
Nama panggilan : Andi/Hardi
Tempt tanggal lahir : Malino, 26 Januari 2000
Alamat : Jl. G. Lompobattang Malino, Tinggimoncong, Gowa
Cita-cita : anggota TNI
Hobby : Jogging/olahraga, musik
Agama : Islam
Instagram : @hardiansyahard
Instagram : @hardiansyahard
Nurul Safitri
Nama panggilan : Nunu
Tempat tanggal lahir : Batangkaluku,09 september 1999
Alamat : Saluttowa Tinggimoncong, Gowa
Hobby : menyanyi
Cita-cita : Guru
Agama : Islam
Instagram : @nurulsafitryns
Elangga Mahar Dinanta
Nama lengkap : Elangga Mahar Dinanta
Nama panggilan : Angga
Tempat tanggal lahir : Malang, 18 Agustus 2000
Alamat : Asrama Militer Gatot Subroto Jl. Karaeng Pado Malino, Tinggimoncong, Gowa
Cita-cita : anggota TNI
Hobby : renang
Agama : Islam
Instagram : @angga_el
Irfan S
Nama lengkap : Irfan S
Nama panggilan :Irfan/Ippang
Tempat tgl lahir : Malino, 27-10-2000
Alamat : Jl . M. S Dg. Ngemba Malino, Tinggimoncong, Gowa
Cita-cita : anggota POLRI
Hobby : sepakbola
Agama : Islam
Instagram : @irfancrt
Indah Novia Damayanti
Nama panggilan : Indah
Alamat : Lombasang Malino, Tinggimoncong, Gowa
Hobby : membaca
Provesi : pelajar
Cita-cita : pengusaha
Agama : Islam
XII IPA 2
SMA NEG. 04 GOWA SULSEL
Komentar
Posting Komentar